Jumat, 28 September 2012

Wisata Kota Probolinggo

Kecamatan Tegalsiwalan, Selain digunakan untuk sarana kebutuhan air bersih bagi masyarakat Probolinggo serta untuk keperluan industri, Danau Ronggojalu merupakan tempat wisata dengan airnya yang diyakini mengandung nilai magis dan mempunyai khasiat tersendiri.
Danau Ronggojalu merupakan mata air yang terjadi dari bentukan alam dengan kapasitas 3.000 liter/hari dan digunakan sebagai irigasi dan juga kebutuhan air bersih bagi masyarakat Probolinggo serta untuk keperluan industri dengan nilai operasional sebesar 200 liter/hari, selain digunakan untuk kebutuhan material juga digunakan sebagai tempat wisata, dan oleh kebanyakan masyarakat Probolinggo air ini dipercaya mengandung nilai magis yang membawa khasiat tersendiri. Jarak ke lokasi kurang lebih 15 km dari kota Probolinggo dapat ditempuh dengan jalan darat.

Selain dijadikan sebagai obyek wisata, danau Ronggojalu juga digunakan sebagai sarana air bersih dan industri unttk kepentingan masyarakat Probolinggo.
Danau Ronggojalu terletak di kecamatan Tegalsiwalan, dengan mata air yang terbentuk dari bentukan alam dan memiliki kapasitas 3000 liter per harinya. Dari volume air yang melimpah dan jernih inilah, masyarakat memanfaatkan danau Ronggojalu sebagai sarana irigasi untuk sawah dan untuk
 kebutuhan air minum kota

.

Di lokasi danau ini, sebagai fasilitas untuk rekreasi keluarga pihak pengelola menyediakan kolam untuk anak-anak, penyewaan ban dan beberapa warung yang menjual berbagai makanan. Suasana yang sejuk dan hijau, ditambah dengan udara yang bersih sangat cocok menjadikan danau ini sebagai area rekreasi keluarga.

    
 Kecamatan Leces, Tari Ronggo Jalu mengisahkan asal mula terjadinya danau Ronggo Jalu di kawasan Leces. Ada seorang ulama pertapa bernama Kyai Ronggo yang memiliki dua orang putra. Putra pertama diberikan oleh istri pertamanya dan diberi nama sesuai namanya, yaitu Ronggo. Sedangka putra bungsunya yang lahir dari istri kedua diberi nama Jalu.

Dikisahkan dua kakak beradik ini sering terlibat salah paham. Puncaknya suatu hari ketika keduanya terlibat perkelahian. Karena perkelahian tidak menyelesaikan persoalan keduanya saling menantang adu kesaktian. Caranya keduanya saling menancapkan lidi ke dalam tanah. Barangsiapa berhasil mencabut lidi dari lawannya dia dianggap sebagai pemenangnya.

Selanjutnya ternyata keduanya berhasil mencabut lidi. Namun tidak ada yang dimenangkan dalam peristiwa itu. Sebab dari bekas tancapan lidi tersebut keluar air maha deras. Kedua kakak beradik ini hilang ditelan oleh air yang menggenang menjadi telaga tersebut.
Hikmah yang bisa diambil dari kisah ini, Ronggo Jalu menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat Probolinggo.



Jumat, 27 Juli 2012

Latian Paskibraka Kota Probolinggo




Tari Glipang

Tari Glipang adalah sebuah tari rakyat yang merupakan bagian dari pada kesenian tradisional Kabupaten Probolinggo.Tidak ada bedanya dengan tari Remo yaitu sebuah tari khas daerah Jawa Timur yang merupakan bagian dari kesenian Ludruk.
Parmo cucu pencipta Tari Glipang kepada Bromo Info mengatakan Tari Glipang berasal dari kebiasaan masyarakat. Kebiasaan yang sudah turun temurun tersebut akhirnya menjadi tradisi. Dia menjelaskan, Glipang bukanlah nama sebenarnya tarian tersebut..

tari glipang
“Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi tradisi,” kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar.
Di ceritakan oleh Parmo, Tari Glipang (Gholiban) tersebut dibawa oleh kakek buyutnya yang bernama Seno atau lebih dikenal Sari Truno dari Desa Omben Kabupaten Sampang Madura.Sari Truno membawa topeng Madura tersebut untuk menerapkan di Desa Pendil.
“Ternyata masyarakat Desa Pendil sangat agamis.Masyarakat menolak adanya topeng Madura tersebut.Karena didalamnya terdapat alat musik gamelan.Sehingga kakek saya merubahnya menjadi Raudlah yang artinya olahraga,” lanjut Parmo.
Sari Truno kemudian mewariskan kebiasaan tersebut kepada putrinya yang bernama Asia atau yang biasa dipanggil Bu Karto..Parmo yang saat itu masih berusia 9 tahun mencoba ikut menekuninya. Tari Gholiban/Tari Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan.Dimana tiap-tiap gerakan tersebut mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.
Pertama tari olah keprajuritan atau yang biasa disebut dengan Tari Kiprah Glipang.Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan Sari Truno kepada para penjajah Belanda.Dari rasa ketidakpuasan tersebut akhirnya menimbulkan napas besar.Tari Kiprah Glipang ini sudah terkenal secara Internasional dan sudah mendapatkan beberapa piagam perhargaan.
“Tari Kiprah Glipang pernah menjadi 10 besar tingkat nasional tahun 1995.Selain itu juga pernah datang ke Istana Presiden di Jakarta sebanyak 5 kali diantaranya waktu menyambut kedatangan Presiden Kamboja dan Presiden Pakistan.Saya juga pernah diundang ke Jakarta waktu peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke- 39,” tambah Parmo.
Tari Kiprah Glipang yang telah diciptakan oleh Sari Truno benar-benar serasi dan sejiwa dengan pribadi penciptanya.Jiwa Sari Truno yang sering bergolak melawan prajurit-prajurit Belanda pada waktu itu diekspresikan melalui bentuk tari ini.
Kedua, Tari Papakan yang mempunyai makna bertemunya seseorang setelah lama berpisah.”Waktu itu digambarkan bertemunya Anjasmara dengan Damarwulan.Dimana waktu itu Damarwulan diutus untuk membunuh Minakjinggo.Akhirnya Damarwulan berhasil dengan dibantu oleh 2 istri Minakjinggo.Tapi sebelum bertemu Anjasmara, Damarwulan di hadang oleh Layang Seto dan Layang Kumitir di Daerah Besuki,” jelas Parmo.
Ketiga, Tari Baris yang menggambarkan para prajurit Majapahit yang berbaris ingin tahu daerah Jawa Timur.”Waktu itu prajurit Majapahit tersebut berbaris di daerah Jabung untuk mengetahui daerah Jawa Timur.Awalnya tari ini berawal dari badut, lawak, dan kemudian berubah menjadi cerita rakyat,” terang Parmo.
Menurut Parmo yang menjadi latar belakang dirinya tetap eksis di Tari Glipang diantaranya ingin melestarikan budaya yang dibawa oleh kakek buyutnya Sari Truno.Selain itu kakeknya membawa topeng Madura tersebut dari Madura hanya dengan naik ikan Mongseng.Parmo juga ingin mengembangkan warisan kakek buyutnya kepada generasi muda terutama yang ada di Kabupaten Probolinggo.
“Untuk menghormati perjuangan kakek buyut Sari Truno, saya dan keturunan saya akan tetap melestarikannya sampai kapanpun.Apalagi waktu itu kakek saya rebutan topeng tersebut dengan sesama orang Madura.Sehingga saya sampai 7 turunan tidak boleh bertemu dengan saudara dari Madura.Kakek saya juga naik ikan Mongseng dari Madura ke Jawa, sehingga 7 turunannya diharamkan untuk makan ikan Mongseng tersebut,” imbuh Parmo