Pengertian kerja
tambang adalah setiap tempat pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan langsung
dengan pekerjaan penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan, konstruksi,
operasi produksi, pengolahan/ pemurnian dan pengangkutan bahan galian golongan
a, b, c, termasuk sarana dan fasilitas penunjang yang ada di atas atau di bawah
tanah/air, baik berada dalam satu wilayah atau tempat yang terpisah atau
wilayah proyek.
- Yang
dimaksud kecelakaan tambang yaitu :
1. Kecelakaan
Benar Terjadi
2. Membuat
Cidera Pekerja Tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT
3. Akibat
Kegiatan Pertambangan
4. Pada
Jam Kerja Tambang
5. Pada
Wilayah Pertambangan
- Penggolongan
Kecelakaan tambang
1. Cidera
Ringan (Kecelakaan Ringan)
Korban
tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3
minggu.
2. Cidera
Berat (Kecelakaan Berat)
Korban
tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 3 minggu.
·
Berdasarkan
cedera korban, yaitu :
1.
Retak Tengkorak kepala, tulang punggung
pinggul, lengan bawah/atas, paha/kaki
2.
Pendarahan di dalam atau pingsan kurang
oksigen
3.
Luka berat, terkoyak
4.
Persendian lepas
- Perbuatan
membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain berasal dari:
1. Alat
pelindung diri (12%)
2.
Posisi kerja (30%)
3.
Perbuatan seseorang (14%)
4.
Perkakas (equipment) (20%)
5.
Alat-alat berat (8%)
6.
Tata cara kerja (11%)
7.
Ketertiban kerja (1%)
A. Tindakan
Setelah Kecelakaan Kerja
1. Pengorganisasian
dan Kebijakan K3
2. Membangun
Target dan Sasaran
3. Administrasi,
Dokumentasi, Pelaporan
4. SOP
Prosedur kerja standar
adalah cara melaksanakan pekerjaan yang ditentukan, untuk memperoleh hasil yang
sama secara paling aman, rasional dan efisien, walaupun dilakukan siapapun,
kapanpun, di manapun. Setiap pekerjaan Harus memiliki SOP agar pekerjaan dapat
dilakukan secara benar, efisien dan aman.
- Pedoman
Peraturan K3 Tambang
1. Ruang
Lingkup K3 Pertambangan : Wilayah KP/KK/PKP2B/SIPD Tahap
Eksplorasi/Eksploitasi/Kontruksi & Produksi/Pengolahan/Pemurnian/Sarana
Penunjang
2. UU
No. 11 Tahun 1967
3. UU
No. 01 Tahun 1970
4. UU
No. 23 Tahun 1992
5. PP
No. 19 Tahun 1970
6. Kepmen
Naker No. 245/MEN/1990
7. Kepmen
Naker No. 463/MEN/1993
8. Kepmen
Naker No. 05/MEN/1996
9. Kepmen
PE. No.2555 K/26/MPE/1994
10. Kepmen
PE No. 555 K/26/MPE/1995
11. Kepmen
Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998
12. Kepmen
ESDM No. 1453 K/29/MEM/2000
Alat Pelindung
Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai
bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang
di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement
Tenaga Kerja Republik Indonesia Ada beberapa peralatan yang
digunakan untuk melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya yang
kemungkinan bisa terjadi. Peralatan ini wajib digunakan oleh seseorang yang
bekerja, seperti:
1. Pakaian
Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap
pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan.
2. Sepatu
Kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap
pekerja perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa bebas berjalan
dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran
dari bagian bawah. Bagian muka sepatu harus cukup kerja supaya kaki tidak
terluka kalau tertimpa benda dari atas.
3. Kacamata
kerja
Kacamata digunakan untuk melindungi mata dari debu atau serpihan besi yang
berterbangan di tiup angin. Oleh karenanya mata perlu diberikan perlindungan.
Biasanya pekerjaan yang membutuhkan kacamata adalah mengelas.
4. Sarung
Tangan
Sarung tangan sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama
penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda keras dan
mengangkat barang berbahaya. Pekerjaan yang sifatnya berulang seperti mendorong
gerobak secara terus menerus dapat mengakibatkan lecet pada tangan yang
bersentuhan dengan besi pada gerobak.
5. Helm
Helm sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala dan sudah merupakan
keharusan bagi setiap pekerja untuk menggunakannya dengan benar sesuai
peraturan.
6. Tali
Pengaman (Safety Harness)
Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan
alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.
7. Penutup
Telinga (Ear Plug / Ear Muff)
Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
8. Masker
(Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan
kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
9. Pelindung
wajah (Face Shield)
Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal
pekerjaan menggerinda)
B. Sistem manajemen k3 di pertambangan
Manajemen
Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh
perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi
bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran,
ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi,
manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan
menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat
kerja.
Adapun
Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah longsor
di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam
tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga
disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.
Pengendalian
risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat
kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan
pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai
dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai
berikut :
1. Identifikasi
risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi menimbulkan
bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak diinginkan’).
2. Analisis
resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa
yang tidak diinginkan.
3. Pengendalian
risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau mengendalikan
risiko yang tidak dapat diterima.
4. Menerapkan
dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan memastikan mereka
efektif.
Manajemen
resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya untuk
mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan
untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat
Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa
dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya
yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar
tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian
resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat
deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung
jawab sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan
pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau
resiko.
Peran
K3 sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya
preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali
hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Saran
Kesehatan dan
keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan
kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan,
kerugian pada diri pekerja, bahkan kerugian pada Negara. Oleh karena itu
kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh
tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat khusunya masyarakat pekerja di
pertambangan tersebut guna meminimalisir segala kerugian yang dapat terjadi.
Sumber: